Perayaan Sekaten telah diselenggarakan sejak Sultan Syah Alam Jumbun Sirullah Brawijaya (Raden Patah) di Demak. Pada masa itu Raden Patah mendirikan Masjid Demak dan Pembangunan masjid di pimpin langsung para Walisongo yang selesai pada tahun 1403 Saka. Masjid tersebut oleh Raden Patah digunakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kini lazim disebut perayaan Maulud Nabi dengan dakwah pengajian. Dari sana pula dimulai dibunyikan gamelan untuk berdakwah, sebab disadari oleh Raden Patah bahwa gamelan masih digemari segenap lapisan masyarakat. Supaya masyarakat tertarik dengan syiar tersebut oleh Karaton Surakarta, perayaan Sekaten hingga kini masih dilestarikan setiap tanggal 5-12 bulan rabinguawal (hari kelahiran Nabi Muhammad SAW).
Berikut arti dari Sekaten :
1. Dua kata persaksian untuk menyakini dua kebenaran, yaitu :
- Syahadat Tauhid = Keyakinan Ke Esaan Tuhan "LA ILAHA ILLALLAH" artinya tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah.
- Syahadat Rosul = Keyakinan kepada utusan Allah yaitu "Muhammadar Rasulullah" bahwa Muhammad itu Utusan Allah.
2. "Sakhotaini" berbudi baik kepada manusia dan beribadah kepada Allah. Yang juga berarti
menghilangkan dua perkara, yaitu watak hewan dan watak setan yang akan menyelewengkan kita.
Gamelan Kyai Guntur Sari diletakkan di bangsal selatan yang ditabuh pertama kali dengan gending "Rambu" yang artinya "Rabbuna" artinya Allah yang aku sembah. Gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan dibangsal utara dengan gending "Rangkung" berasal dari kata arab "Raukhun" artinya Jiwa yang agung. Puncak Perayaan Sekaten / Grebeg Mulud tepat pada 12 Rabbingulawal dikeluarkan sepasang Gunungan 9 lanang dan wadon, sebagai lambang kemakmuran yang merupakan hajad dalem Sinuhun Pakubuwono dan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkah dan rahmat yang dipusatkan di Masjid Agung Karaton Surakarta. Kita memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW, semoga daripadanya bisa dipetik intisari pelajaran yang bergema di masjid Agung untuk "RAHMATAN LIL'ALAMIN" kesejahteraan untuk semesta alam. Meluruskan yang bengkok, membenarkan yang keliru dan memberi cahaya penerangan bagi kegelapan.
Selain Sekaten, Walisongo juga menggunakan cara pendekatan lain yang digunakan untuk berdakwah dan menyebarkan Agama Islam di pesisir Jawa Tengah, diantaranya :
- Sunan Muria berdakwah dengan menggunakan Gamelan sebagai sarana Dakwah kepada masyarakat
- Sunan Kudus menggunakan Adat Istiadat yang masih kental dengan Agama Hindu sebagai sarana Dakwah supaya masyarakat dapat menerima, semisal : Larangan menyembelih Sapi untuk menghormati Agama Hindu, sebelum Tradisi Mitoni dibacakan Sejarah Nabi.
Post a Comment